Sejarah Asal Muasal Pengetahuan Ayurveda

Ayurveda sistem pengobatan tradisional India yang sudah ada dari ribuan tahun lalu dan terus berkembang hingga saat ini. Ayurveda adalah sebuah kata dalam bahasa sansekerta yang terbentuk dari dua suku kata yaitu āyuḥ/āyur dan veda. Ayuḥ artinya kehidupan dan veda artinya pengetahuan. Jadi kata Ayurveda secara harfiah berarti pengetahuan tentang kehidupan.

Muncul pertanyaan, kapan sebenarnya Ayurveda ini mulai ada?

Di dalam samhita (kitab) Ayurveda, dijabarkan dengan detail mengenai asal muasal ilmu Ayurveda serta perkembangannya.

Ayurveda pada mulanya ditemukan dalam kitab Catur Veda, yang merupakan kitab tertua agama Hindu yang terdiri dari Rigveda, Yajurveda, Samaveda dan Atharvaveda. Dari ke-empat veda ini, Ayurveda disebut sebagai upaveda dari Atharvaveda.

Astaṅga Hṛdaya dan Caraka Samhita

Sejarah Ayurveda ini dijabarkan dengan jelas di dalam samhita-samhita Kitab Ayurveda. Di dalam salah satu kitab Ayurveda, Astaṅga Hdaya, dijelakan bahwa:

brahmā smṛtvā ayuṣo vedam prajāpatim ajigrahat.

so’aśvinau tau sahasrakṣam so’atriputrādikānmunīm.

te’agniveśādikāmste tu pṛthak tantrāni tenire.

Artinya:

Brahma mengingat Āyurveda, mengajarkannya kepada Prajāpati, dia (Prajāpati) kemudian mengajarkannya kepada si kembar Aśvin, kemudian mereka mengajarkannya kepada Sahasrākṣa (Indra), kemudian dia mengajarkannya kepada anaknya Atri (Ātreya Punarvasu atau Kṛṣṇa Ātreya) dan orang bijak lainnya, mereka mengajarkannya kepada Agniveśa dan yang lainnya, dan mereka (Agniveśa dan murid-murid lainnya) menulis risalah (buku) masing-masing secara terpisah.

Sloka/ayat di atas adalah garis besar narasi tentang awal mula Ayurveda berdasarkan Caraka Samhita, yang dikutip oleh Vagbhaṭa dan dituangkan kembali di dalam Astaṅga Hṛdaya. Caraka Samhita dan Astaṅga Hṛdaya adalah bagian dari tiga kitab utama yang menjadi sumber ajaran Ayurveda yang disebut dengan Bṛhat trayi (tiga kitab utama).   

Bṛhat trayi terdiri dari Caraka Samhita, Susruta Samhita dan Astaṅga Hṛdaya. Caraka Samhita sendiri sebelumnya bernama Agniveśa Samhita, kemudian diedit oleh Acarya Caraka dan menjadi Caraka Samhita.

Di dalam komentar Astaṅga Hṛdaya terjemahan oleh K.R.S. Murthy, dijabarkan cerita lengkap tentang transfer pengetahuan Ayurveda ini, yaitu sebagai berikut:

“Ketika penyakit-penyakit mulai menggangu kehidupan umat manusia, orang-orang bijak di seluruh dunia berkumpul di lereng pegunungan Himalaya, menegaskan untuk belajar pengetahuan Ayurveda dari Dewa Indra dan membawanya ke dunia untuk memberi manfaat kepada makhluk hidup.

Tetapi siapa yang akan melakukan tugas berat ini untuk pergi ke surga dan belajar pengetahuan Ayurveda dari Dewa Indra? Rsi Bharadvaja, salah satu peserta pertemuan, secara sukarela mau melakukan tugas ini, yang disetujui oleh semua peserta pertemuan. Bharadvaja pergi ke tempat tinggal Dewa Indra, belajar pengetahuan Ayurveda darinya, kembali ke dunia, dan menyampaikannya di pertemuan.

Kṛṣṇa Ātreya yang juga dikenal dengan Punarvasu Ātreya, anak dari Rsi Arti, mengajarkan pengetahuan ini kepada ke-enam muridnya, Agniveśa, Bhela, Jātukarṇa, Parāśara, Hārita dan Kṣārapāṇi. Masing-masing dari mereka menulis risalah dan meletakkannya di hadapan guru mereka, Kṛṣṇa Ātreya dan kumpulan para orang bijak. Risalah yang ditulis Agniveśa diputuskan menjadi yang terbaik dan bahkan dipuji oleh para dewa. Risalah Agniveśa menjadi terkenal di dunia.” (Caraka Samhita Sūtrasthāna Bab 1).

Para Rsi Yang Hadir Dalam Pertemuan

Di dalam Bab 1 Caraka Samhita Sūtrasthāna ayat 6-14 disebutkan bagaimana para orang bijak (Rsi)  dari berbagai golongan berkumpul duduk bersama di lereng gunung Himalaya untuk membahas mengenai penyakit yang mengganggu kehidupan makhluk hidup.

Disebutkan juga nama-nama orang bijak (Maharsi) yang hadir pada pertemuan tersebut yaitu Aṅgiras, Jamadagni, Vasiṣṭha, Kaśyapa, Bhṛgu, Ātreya, Gautama, Sāṅkhya, Pulastya, Nārada, Asita, Agastya, Vāmadeva, Mārkaṇḍeya, Aśvalāyana, Pārikṣi, Bhikṣu Ātreya, Bharadvāja, Kapiñjala, Viśvāmitra, Āśmarathya, Bhārgava, Cyavana, Abhijit, Gārgya, Śāṇḍilya, Kauṇḍilya, Vārkṣi, Devala, Gālava, Sāṅkṛtya, Baijavāpi, Kuśika, Bādarāyaṇa, Baḍiśa, Śaraloman, Kāpya, Kātyāyana, Kāṅkāyana, Kaikaśeya, Dhaumya, Mārīca, Kāśyapa, Śarkarākṣa, Hiraṇyākṣa, Lokākṣa, Paiṅgi, Śaunaka, Śākuneya, Maitreya, Maimatāyani, Vaikhānasas dan Vālakhilyas serta Rsi-rsi lainnya.

Di dalam komentar Caraka Samhita dijelaskan juga mengapa Himalaya dipilih sebagai tempat untuk pertemuan, yaitu karena Himalaya adalah tempat yang cocok untuk mendiskusikan ilmu suci Ayurveda.          

Di dalam komentar Astaṅga Hṛdaya juga ditambahkan bahwa ajaran-ajaran dari Kṛṣṇa Ātreya isi utamanya membahas Kāyacikitsā (pengobatan secara umum), yang merupakan salah satu bagian dari delapan cabang Pengobatan Ayurveda. Filosofinya dikenal dengan nama Ātreya sampradāya atau Kāyacikitsā.

Risalah yang ditulis oleh Agniveśa yang ada saat ini tidak dalam bentuk aslinya tetapi yang sudah direvisi yang dikenal dengan Caraka Samhita, karena diedit ulang oleh Caraka muni (guru besar) untuk pertama kalinya, kemudian diedit lagi oleh Dṛḍhabala.

Ahli sejarah menetapkan bahwa Kṛṣṇa Ātreya dan Agniveśa ada pada abad ke 6 sampai ke-5 sebelum masehi; Caraka muni ada pada abad ke-2 masehi dan Dṛḍhabala pada abad ke-4 masehi.

Suśruta Samhita

Di dalam Suśruta Samhita juga disebutkan tentang bagaimana asal mula Ayurveda. Diceritakan Aupadhenava, Vaitaraṇa, Aurabhra, Pauṣkalāvata, Karavīrya Gopurarakṣita, Suśruta dan lainnya menghadap kepada Divodāsa Dhañvañtari, Raja dari Kerajaan Kāśi. Mereka menghadap Raja Kāśi dan menyampaikan kesedihan mereka melihat umat manusia menderita, diserang berbagai penyakit, melakukan hal di luar kewajibannya sebagai seorang manusia dan menangis memohon pertolongan. Mereka memohon kepada Raja Kāśi agar mengajarkan Ayurveda untuk kepentingan seluruh manusia.

Mereka menghadap untuk menjadi murid dari Divodāsa yang dikenal sebagai inkarnasi dari Dhañvañtari, dewa pengobatan. Di katakan ia tinggal di pertapaan, menunjukkan bahwa ia telah menyerahkan kendali kerajaannya kepada orang lain. Di usianya yang lebih tua tinggal di sebuah gubuk, menjalani hidup suci, menyebarkan pengetahuan Ayurveda khususnya ilmu bedah kepada orang lain.

Mendengar permintaan Aupadhenava dan rombongannya, Divodāsa Dhañvañtari kemudian memulai pengajarannya dengan menceritakan asal usul Ayurveda.

“Ayurveda merupakan cabang dari Atharvaveda, bahkan sebelum menciptakan makhluk hidup dan menyusunnya ke dalam 100.000 ayat, dibagi ke dalam 1.000 bab, ia membagi Ayurveda menjadi delapan bagian yaitu Śalya tañtra (ilmu bedah), śālakya tañtra (oftalmologi, otorhino-laringologi, dan lainnya), kāyacikitsā tañtra (obat dalam), bhūta vidyā (demonologi), kaumārabhṛtya tañtra (pediatrik), agada tañtra (toksikologi), rasāyana tañtra (peremajaan)  dan vājīkarana tañtra (firilifikasi).” Suśruta Samhita bab 1 ayat 6-7.

Pada ayat yang lain di bab yang sama Divodāsa Dhañvañtari memberikan penegasan mengenai bagaimana asal usul Ayurveda, yaitu pada ayat 20 dan 21.

Brahmā provāca, tataḥ prajāpatiradhijage, tasmādaśvinau, aśvibhyāmindraḥ, indrādaham, mayā itvaha, pradeyamarthibyaḥ prajāhitahetoḥ. 20

Artinya:

Dewa Brahma, pertamakali mengungkapkan ini (pengetahuan Ayurveda), kemudian Prajāpati mempelajarinya, kembar Aśvin mempelajari darinya Prajāpati, Indra mempelajarinya dari Aśvin, Aku (Dhañvañtari) mempelajarinya dari Indra, sekarang aku sedang memberikannya kepada siapapun yang menginginkannya, untuk melakukan kebaikan kepada mahkluk hidup di dunia ini.

Di ayat ini Divodāsa Dhañvañtari menyampaikan kepada Aupadhenava dan kawan-kawannya bahwa yang Dewa Brahma adalah yang pertama kali mengajarkan pengetahuan Ayurveda. Dewa Brahma kemudian mengajarkan pengetahuan ini kepada Prajāpati.  Selanjutnya Prajāpati mengajarkan pengetahuan ini kepada Aśvin. Dewa Indra mempelajari pengetahuan ini dari Aśvin.  Kemudian Divodāsa Dhañvañtari mengatakan bahwa ia mempelajari pengetahuan Ayurveda dari Dewa Indra.

Pada ayat 21 kembali ditegaskan, yaitu Divodāsa Dhañvañtari mengatakan bahwa ia adalah Ādhideva (dewa yang utama).

aham hi dhañvañtarirādidevo jarārujā mṛtyuharo’amarāṇām.

śalyāṅgam aṅgairaparairupetam prāpto’asmi gām bhūya ihopadeṣṭum. 21

Artinya:

Saya Dhañvañtari, Sang Ādhideva (dewa yang utama), yang menyembuhkan para dewa dari penuaan, penyakit-penyakit dan kematian; sekarang Aku datang ke dunia ini (sebagai reinkarnasi) untuk mengajarkan Śalya tañtra (ilmu bedah) dan cabang Ayurveda lainnya.  

Demikianlah itihasa (sejarah) Ayurveda tentang asal muasal Pengetahuan Ayurveda berdasarkan yang tertulis di Bṛhat trayi (tiga kitab utama) Ayurveda.

***

Tulisan ini sebelumnya sudah dimuat di idavi.org, ditulis oleh penulis yang sama. Silahkan kunjungi idavi.org untuk melihat sumber asli tulisan ini.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peran Rempah-rempah Dalam Pengobatan Ayurveda

Mungkin rempah-rempah tidak asing bagi Anda. Sebagai bangsa yang kaya akan rempah-rempah, kita bisa menemukan rempah-rempah dengan mudah dim...

Artikel Terpopuler